For Padhang mBulan's Mother

Horeeee...

Lihat..simbok pulang..!!
bawa oleh-oleh sekeranjang jajan pasar.

dari kejauhan kulihat lenggang tangan dan kibar selendangnya, segera kedua kaki mugilku saling mendahului berlari menyambut kedatangannya.
Simbok..betapa kau kunantikan...

Sudah begitu lama masa-masa itu hibernasi dari ingatan. Ibuku pulang-pergi tak berkesan. Meski kepul dapur dari sebelum jaman Barok* hingga jaman czintcha laura aromanya senantiasa lekat disetiap kelebatnya, menjadi simbol tak berlabel tapi menganak cucu hingga ratusan dasa warsa.

Simbok masih setia dengan tungku dan kemlinthir blaraknya, sementara aku melanglang mencari perapian yang barangkali lebih menghangatkan daripada kempit ketiaknya. Oalah mboook..beras yang kau remas tiap hari, makin tandas didasar perkakas. Aku mengira ada Dewa Beras senantiasa melongok dan siap mengepulkan kembali tungku simbok. Simbokku exist melenggang tanpa beban, teriring orkestra tanpa kesedihan.

Simbok..apakah kepulanganku senantiasa kau nantikan. Meskipun yang kupikul bukan sekeranjang jajan..meskipun yang kupanggul setumpuk kegagalan. Perih kaki pecah-pecah ini rindu terbasuh air matamu yang hangat. Akan kuceritakan padamu sepanjang apapun malam yang kau inginkan, tentang kerinduanku uzlah di garbamu dan puisi yang selalu urung tercipta untukmu.

*1600-1750 M

( Reni Jaya_dini hari )

Tidak ada komentar: