MENARA

Aku Memeluk Menara..
Wangi,tinggii.
Kukenakan lencana dan
hijab kemuliaan(?)

Sedangkan peluh ini hendak..
menenggelamkanku.
aku nyaris hanyut oleh agungnya..
ketidakberdayaan.

*
Aku tak pernah menanyakan..
Bagaimana...???
Aku hanya melihat
Gelombang manusia..
Menggapai-gapai
Pucuk menara itu

*
Kenapa aku mesti lari,
Jika ini sebuah..
Ketinggian !
Sedangkan air bah..
Beritanya tersiar..menerjang apa saja.


cilandak jak-sel,12 Maret 2011

Palaran


Makin sunyi saja..kapal-kapal sudah sedari 1 jam lalu beringsut mengecil. Aku meramu perasaan senyap ini dengan kesendirian yang begitu nyata. Ternyata sudah tak ada lagi riuh disekitarku, suara dari para kerabat, teman ataulah seseorang yang hendak melepas kepergian orang-orang yang selama ini berhubungan rasa, kata, tubuh serta jiwa dengan mereka..memasuki benda besar bermesin yang mengapung diatas milyaran kubik air samudra itu.

1 jam lalu ada tangisan , tawa, juga pelukan hangat disekelilingku. Mereka menjalaninya begitu fasih serius, seperti casting film, dan penilainya lawan bicara mereka masing-masing. Sepertinya merekan hendak menghujamkan kesan yang apik diakhir pertemuan itu.

Apakah mereka mencapai klimaks dari gelora perasaannya? Ketika tisyu atau saputangan mereka kuyup oleh air mata..apakah lambaian tangan dari orang- orang diatas kapal itu cukup menuntaskan pertemuan terakhir itu..mungkin juga iya? Entah dengan janji kembali atau tidak, pelabuhan itu tengah membuncahkan jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan, dan juga mengilhami pertanyaan - pertanyaan yang mungkin baru saat itu tergiring keujung bibir sebagai sebuah kata yang memproklamirkan hari berpisah. Entah sementara atau selamanya.

Itu mereka kan?
Aku merasa biasa-biasa saja. Datang, kembali, pergi, dan singgah..sudahlah lumrah dipelepah mata. Dan kalimat apa yang harus kukesankan, jika seakan wangi dupa yang membuat pusing kepala atau mungkin gending Ketawang yang tak ia mengerti. Sama Sekali. Ya sudahlah, aku pulang saja. Seiring kapal itu menghilang, dan hanya tersisa langit diujung yang menyatu dengan lautan.


20 Feb '10/ 22.15/ Pinggir Jkt

Ke Nirwana Kok Sendirian

Kenapa khusyuk sujudmu..
Harus memetakan Jarak.
Pada Rintih Ibuku.


Apakah menara gading yang kau daki itu
Meminta ibuku menempuh ribuan Jarak
Mencari gamit tangan yang Lebih..Rapuh

Lalu biarlah Kubah itu
Menuju Keemasannya.

Dirumah ini..
Hampar sajadah menjadi pembaringan
Ibuku.

Sementara Gema Adzan Bapakku
Menggaung Lantang di Kehangatan Nirwana.
SENDIRIAN

6 Oktober '09, dedicated for my Mom
( aku yakin ibuku akan baik2 saja, karna kami anak2 yang manis )

Wasangka Pada Hujan

Aku masih percaya
pada hujan
ketika petir saja mulai mengingkarinya.
Langkah ini tak mencari teduh
sekedar menyelesaikan perjalanan yang semakin jauh
dan..
hujanpun berkejaran dengan jarak

Selepas kornea mengekang jeda pandang
setidaknya
aku masih berharap hujan
Tak
Semakin
Curah
Cukuplah aku kuyup
asalkan berkasnya tak berkarat pada pikiran,
dan hatiku

Klawan Nyebut Asmane Gusti

Aprodisiak..
Mengembik tiap gaung adzan
s i a l a n !!
Nafsu membelatung!
..klitoris menegang dalam himpit tertahan

Menggebu..
Menit pertama.........
kedua............................
ketiga........................( tiiiiit )
terengah.
hasrat..menjadi..entah
- - - - - - - - - - - - -
surau telah sepi
segala doa larut dikawah langit

dan aku..

masih setia memalingkan wajah
dari ranum kecipak wudlu..hadiah langit dari segala kekotoran.

02 April '08

Kultus-Mu

mantra kurapal menyejarah dibibir_saja
menggulir tasbih dari pagi hingga petang
munajat ini teramat tuhan(?)
..................
Sesubuh ini ingin kubakar adamu
dengan kerat korek api
pemberianmu

Tapi Tidak !

manekin-manekin kerajaanmu
akan semakin mengkultusimu
Menggurita dalam otak sempitmu
........................
kau pikir jagat ini hanya _mu ??!!!


April,2,'08

Bulan Yang Aneh..

Bulan sedikit aneh malam ini,,
Warnanya memerah seperti nanar begadang semalaman, Padahal
Sudah selayaknya dia terjaga sampai benang putih membelah ufuk timur.
Tak perduli malam itu ada tak ada secangkir kopi atau hanya sekerat rokok. Dia..selalu sama dengan raut tatap yang cemerlang...paling cuma sedikit sembab.
Tapi bulan sedikit aneh malam ini.
Mungkin karena gerah berbulan-bulan tak kunjung hujan? ah apa hubungannya pula ini ?

24 malam sudah.
Biasanya ia ringan menjinjing langkah.
Ke arah Rinai surau sebelah.

Tapi bulan seharian ini sibuk dengan segala tetes mata..ia cari ke pojok-pojok dapur..ke kolong-kolong meja kantor..bahkan tak segan pula ke teriknya MATAHARI..disana tetes mata Sale 75%.

Dan bulanpun menemukan tetes mata.
Tesss...
Tesss...lagi..
Tessssssss...
Dan lihat..Bulan menjadi nanar memerah?

Bulan memang aneh malam ini.
Tetes mata yang dicarinya..
Ternyata membakar Tatapanya.
Dan bulanpun mengurung Diri.

( 22:58, 14 Sept '09 )

harlah

harlah ato halah??!!!
tak penting. ..
ada saat merasa hidup. ada saat merasa mati . .
meniup lilin seperti menghitung berapa nafas yang tersisa. .

hanya sekedar simbol
berapa dosa tercatat
setitik amal kubuat, (itupun kalau ada..)
jari2 boleh meramal
pikiran tak dilarang mengkhayal
segumpal daki di atas pangkuan. . .

matahari masih bersinar, kadang tertutup mendung
memang. . .
bulan tetap berpendar, meski alami mati
dan . . aku di sini
entah bagi orang hidup atau mati
aku masih mencari. .

ulang

hari tanpa mu. . .


di ujung nada syahdu malam itu,
ku mendengar irama
mengulur waktu pada gejolak resah
saat jutaan kenangan kembali menggelegak...

mengapa harus mengais sisa tangis,
padahal kutahu dia tak bercermin
" kau melihat garis edar? "
" aku di belakang mentari " katamu....
mimpi ditinggalkan rindu,
kukabarkan ke 8 penjuru...


"4 u '

( Seorang Lelaki yang selama ini mengira bermain-main dengan benda mati )

Hari-hari yang demikian telanjang, sedikit tiba-tiba mungkin, suatu ketika helai-helai benang halus membalurnya ..hingga siang sempurna dengan benderangnya.

Aku perempuan dengan hati yang begitu memilih. Adalah bukan istimewa bagimu barangkali apabila telapak tanganku kebas bila tak menapak lembut didadamu hingga bara didadamu memutih bahkan mengembun diperwajahan setiap dinihariku.

Karena kau sebegitu pagi, disaat raga ini terasa demikian senja dan kuingin kau menjadi tilam yang teramat lembut bahkan merasuk hingga kedalaman jagat mimpiku yang demikian antah.
Setidaknya untuk saat ini, kau adalah sudut dimana segala lungkrah mampu singgah dalam sebuah kediaman yang begitu bersekat, yang terkadang membuatku demikian
terbatas.

Aku mampu lari sejauh mungkin, tapi untuk apa ketika aku merasa cukup berjibaku merawati pundi hati yang sedikit demi sedikit mampu terisi.
Benak ini begitu tajam, bahkan kau tak perlu membalikkan badan untuk kulukis sisi punggungmu dengan ornamen yang kuinginkan.
Tapi hati ini demikian tunggal, tak mampu terpilah apalagi menyisihkanmu dalam racau hujan sementara aku lelap dalam selimut hangat.

Dan tetapi jiwamu demikian lunglai, ketika tak mampu kau ketahui bahwa tuturmu seakan gamit telapak tangan yang tak mau kulepas. Saat telapak tanganmu terulur, dan ketika tanganku menyambut..begitulah sampai malam tiba merengkuh peraduannya..aku ingin jemari saling menari dan berkait selamanya.

Kau pikir aku seperkasa baja, ketika kau datang dengan senyum ringan hendak menarik kembali rekat genggaman. Sungguh kau nakal, bermain-main dengan dzat yang memiliki jiwa. Tak sepenuhnya kuingin kau menjadi sebait sajak, cukuplah menjadi diksi yang serasi dengan intonasi..sudah menjelma puisi ditanganku.

Tak apa dan tak kan ada apa-apa, aku masih merentangkan benderaku, bendera yang tak akan berubah kibarannya.
Dan carilah golek fudu yang mampu menemanimu menuntaskan waktu bermainmu.

Selatan Jakarta, 30 Maret 09. 21:30, Dedicated For My Sista, .. akan datang pangeran kepadamu.